PERKEMBANGAN PRAKTEK KEFARMASIAN
A.
PENDAHULUAN
Sesudah
lebih dari 4 dekade telah terjadi kecenderungan perubahan pekerjaan kefarmasian
di apotik dari fokus semula penyaluran obat-obatan kearah focus yang lebih
terarah pada kepedulian terhadap pasien. Peran apoteker lambat laun berubah
dari peracik obat (compounder) dan suplair sediaan farmasi kearah pemberi
pelayanan dan informasi dan akhirnya berubah lagi sebagai pemberi kepedulian
pada pasien. Disamping itu ditambah lagi tugas seorang apoteker adalah memberikan
obat yang layak , lebih
efektif dan seaman mungkin serta memuaskan pasien. Dengan mengambil tanggung
jawab langsung pada kebutuhan obat pasien individual , apoteker dapat
memberikan kontribusi yang berdampak pada pengobatan serta kualitas hidup pasien.
Pendekatan cara ini disebut " pharmaceutical care " (= asuhan kefarmasian ; peduli kefarmasian ).
Pharmaceutical
care (p.c) adalah tanggung jawab pemberi pelayanan obat sampai pada dampak yang
diharapkan yaitu meningkatnya kualitas hidup pasien.
Seteleh
diadopsi oleh International Pharmaceutical Federation (= FIP = ISFI nya dunia )
pada tahun 1998, definisi itu ditambah dengan timbulnya dampak yang jelas atau
menjaga kualitas hidup pasien. Jadi menurut definisi FIP, pharmaceutical care
adalah tanggung jawab pemberi pelayanan
obat sampai timbulnya dampak yang jelas atau terjaganya kualitas
hidup pasien.
Pekerjaan
pharmaceutical care adalah baru, berlawanan dengan pekerjaan apoteker beberapa
tahun yang lalu.Banyak apoteker yang belum mau menerima tanggung jawab ini. Dasar
pengetahuan dari sarjana farmasi sedang berubah.
Ketika
seorang sarjana farmasi mulai bekerja setelah lulus , pekerjaan kefarmasian
sudah berubah dan merupakan pengetahuan baru. Meskipun demikian seorang
apoteker harus dapat bekerja sesuai dengan pendidikannya Walaupun apoteker dapat memberikan
kemampuannya yang tepat pada praktek kefarmasian, mereka tetap memerlukan
pengetahuan dan ketrampilan pada peran
yang akan datang. Karena itu diperlukan pendidikan berkelanjutan ( life-long
learner ) salah satu peran apoteker yang baru. Lebih jelasnya lagi bahwa
farmasi / apotik mempunyai peran penting dalam proses reformasi sektor
kesehatan. Dengan demikian peran apoteker perlu ditetapkan kembali (redefinisi)
dan diarahkan kembali (reorientasi).Para apoteker harus mempunyai kemampuan
untuk meningkatkan dampak pengobatan dan meningkatkan kualitas hidup pasien
dari sumber daya yang tersedia dan
posisi mereka sendiri harus terdepan dalam system pelayanan kesehatan.
Perubahan
kearah pharmaceutical care adalah faktor yang kritis dalam proses ini. Meskipun
upaya untuk berkomunikasi dengan memberikan informasi yang benar pada pasien
merupakan faktor penting dalam membantu pengobatan sendiri, apoteker juga harus
memberikan kontribusi yang vital melalui
manajemen terapi obat dan penyediaan obat tanpa resep ataupun
terapi alternatif.
Setelah
lebih 40 tahun peran apoteker telah berubah dari penggerus dan peracik obat
menjadi manajer terapi obat. Tanggung jawab ini lama kelamaan meningkat lagi
dalam memberi dan menggunakan obat, kualitas obat harus di seleksi, disediakan,
disimpan di distribusikan, di racik dan di serahkan untuk meningkatkan
kesehatan pasien dan tidak menyakitinya.
Jangkauan
pekerjaan apoteker di apotik saat ini , dirancang berpusat pada pasien dengan
semua fungsi-fungsi pengamatan, konseling, pemberian informasi dan monitoring
terapi obat sebaik aspek teknis seperti pelayanan farmasi dan pendistribusian
obat.
Bab
ini menguraikan peran baru, ketrampilan dan sikap dimana apoteker membutuhkan
sesuatu bila mereka menjadi anggota dari tim kesehatan multi disiplin, sebagai
keuntungan tambahan yang dapat membawa mereka pada keprofesionalan.
B. APAKAH KESEHATAN ITU ?
Pekerjaan
kefarmasian tidak dilakukan dalam ruang hampa tapi dalam lingkungan kesehatan.
Kesehatan adalah suatu konsep luas dimana dapat menjadi suatu kisaran
pengertian yang lebar dari teknis sampai ke moral dan filosofi.
Definisi
Kesehatan menurut konsep Konstitusi WHO tahun 1946 adalah keadaan sempurna
fisik, mental dan sosial, tidak adanya penyakit atau kelemahan. Setelah
beberapa tahun WHO mendiskusikan lagi dan mendefinisikan kesehatan sbb :
Keadaan
dimana seorang individu atau kelompok dapat merealisasikan aspirasinya dengan
kebutuhan yang layak dan dapat melakukan perubahan / Mengatasi kesukaran dari
lingkungan. Kesehatan merupakan suatu sumber daya yang penting dalam kehidupan
sehari-hari, bukan objek kehidupan dan merupakan
suatu konsep positif yang mengutamakan sumber daya personal dan sosial.
C. PROFESI FARMASI DIPERTANYAKAN
Terapi
obat-obatan sangat sering digunakan dalam bentuk intervensi pengobatan dalam rangkaian
praktek kesehatan. Dia tumbuh secara cepat
ketika rata-rata penduduk meningkat umurnya, prevalensi penyakit khronis
meningkat, infeksi penyakit baru tumbuh dan kisaran pengobatan yang efektif menjadi berkembang. Tambahan lagi
sangat banyak saat ini dipasarkan
apa yang dinamakan obat gaya hidup ( life-style medicine ) seperti untuk
pengobatan penyakit kebotakan , pengobatan kulit kering dan mengkerut serta
disfungsi ereksi.
Meningkatnya
jumlah dan jenis obat-obatan yang dapat diperoleh dalam perdagangan sekarang
ini , lebih banyak ditangani oleh orang yang bukan tenaga kefarmasian . Sebaliknya
peracikan obat telah digantikan oleh pabrik farmasi pada hampir semua
formulasi. Obat-obatan pun dapat
diperoleh di super market, di toko-toko obat dan kios-kios di pasar.
Juga obat-obatan dapat pula diperoleh dengan order via pos, tilpon atau internet
atau dijual oleh dokter praktek dan diracik secara mesin racikan komputer.
Dibawah
lingkungan seperti ini tepat dipertanyakan hal-hal berikut ini :
1. Apakah masih diperlukan apoteker itu ?
2. Berapakah nilai pelayanan farmasi itu
?
Profesi
adalah untuk melayani masyarakat.
Seorang
tenaga profesi adalah seorang pelayan masyarakat. Karena itu misi profesi apoteker harus dialamatkan pada
kebutuhan masyarakat dan pasien individual. Pada suatu waktu, penetapan
terapi obat dan pelaksanaannya begitu sederhana, aman dan tidak mahal. Dokter
meresepkan dan apoteker meracik obat. Meskipun demikian ada bukti dasar bahwa
metoda peresepan dan peracikan demikian tidak selalu aman dan efektif akibat
terjadi kesalahan dan obat. Di
negara-negara maju 4 - 10 % dari semua pasien rawat inap timbul efek samping,
terutama di sebabkan penggunaan terapi banyak obat (multiple drug) pada pasien
orang tua dan pasien penyakit khronis.
FIP
telah menerbitkan Standar Profesional dan Medication Error dalam peresepan obat
dan membuat definisi tentang Medication Error Pekerjaan Profesional yang bertanggung
jawab adalah issu utama dalam kepedulian
kesehatan ( health care ). Dalam hubungan tradisional antara dokter sebagai
penulis resep dan apoteker sebagai peracik obat, penulis resep bertanggung
jawab atas hasil farmakoterapinya. Situasi itu sedang berubah dengan cepat dalam
sistem kesehatan. Praktek pelayanan farmasi sedang berubah dimana apoteker
bertanggung jawab juga pada pasien dengan kepeduliannya dan masyarakat tidak
hanya menerima perlakuan tapi juga memegang profesi ini.
Pada
waktu yang sama, profesi lain seperti dokter, perawat, bidan, asisten apoteker juga berupaya dengan
kompetensinya dan merasa sebagai pemimpin dalam pengobatan.
Mahasiswa
Farmasi harus di didik dalam memegang tanggung jawab mengelola terapi obat
sehingga mereka dapat memelihara dan mengembangkan posisinya dalam dunia
kesehatan dan untuk itu harus ada kompensasi atas peran mereka dalam asuhan kefarmasian (
pharmaceutical care ).
Dispensing
harus menjadi tanggung jawab apoteker. Meskipun sedikit apoteker yang terlibat langsung dalam
dispensing obat-obatan, tapi pada daerah
pedesaan apoteker harus memimpin proses dispensing dan bertanggung jawab atas kualitas obat dan dampak
pengobatans serta merekomendasikan
pada anggotanya untuk meningkatkan keamanan dalam pemesanan, pembuatan, peracikan,
pelabelan, penyerahan dan penggunaan obat.
D.
DIMENSI BARU PEKERJAAN KEFARMASIAN.
1.
ASUHAN KEFARMASIAN ( Pharmaceutical care ).
2.
FARMASI BERDASARKAN BUKTI ( Evidence base pharmacy ).
3.
KEBUTUHAN MENJUMPAI PASIEN ( Meeting patients needs ).
4.
PENANGANAN PASIEN KHRONIS-HIV/AIDS (Chronic patient care hiv/aids).
5.
PENGOBATAN SENDIRI ( self-medications).
6.
JAMINAN MUTU PELAYANAN KEFARMASIAN ( quality assurance of pharmaceutical care).
7.
FARMASI KLINIS ( clinical pharmacy ).
8.
KEWASPADAAN OBAT ( pharmacovigilance = MESO ).
.ASUHAN KEFARMASIAN.
Pharmaceutical
care adalah konsep dasar dalam pekerjaan kefarmasian yang timbul pertengahan tahun
1970-an. Dia mengisyaratkan bahwa semua praktis kesehatan harus memberikan
tanggung jawab atas dampak pemberian obat pada pasien. Hal ini meliputi
bermacam-macam pelayanan dan fungsi, beberapa masih baru sebagian sudah lama.
Konsep
pharmaceutical care juga termasuk komitmen emosional pada kesejahteraan pasien
sebagai individu, yang memerlukan dan patut mendapat petunjuk /jasa,
keterlibatan dan perlindungan dari seorang apoteker.
Pharmaceutical
care dapat ditawarkan pada individual atau masyarakat.Pharmaceutical care yang
berbasiskan masyarakat menggunakan data demografi dan epidemiologi untuk
mengembangkan formula atau daftar obat, memonitor kebijakan apotik,
mengembangkan dan mengelola jaringan farmasi (apotik) menyiapkan serta menganalisa laporan
penggunaan obat, biaya obat, peninjauan
penggunaan obat dan mendidik provider tentang prosedur dan kebijaksanaan obat.. Tanpa pharmaceutical
care, tidak ada sistem yang mengelola
dan memonitor kesakitan karena obat secara efektif. Sakit karena obat bisa
terjadi berasal dari formularium atau daftar obat-obatan, atau sejak obat
diresepkan, diserahkan atau obat yang sudah tidak layak digunakan. Karena itu pasien
butuh pelayanan apoteker pada waktu menerima
obat. Keberhasilan farmakoterapi merupakan sesuatu yang spesifik
untuk masing-masing pasien. Untuk
pelayanan pengobatan pasien secara individual, apoteker perlu mengembangkan
pelayanan bersama dengan pasien.
Pharmaceutical
care tidak dalam isolasi pelayanan kesehatan lain. Dia harus di dukung dalam
kolaborasi dengan pasien, dokter , para medis dan tenaga pemberi pelayanan
lainnya.
Tahun
1998 Pharmaceutical care di adopsi oleh FIP dan merupakan penuntun (guidance) bagi organisasi apoteker untuk
mengimplementasikan pelayanan kefarmasian di negaranya tapi disesuaikan lagi
menurut kebutuhan negara masing-masing.
1. FARMASI BERDASARKAN BUKTI.
Dalam
lingkungan pelayanan kesehatan agak sukar membandingkan keefektifan berbagai pengobatan.
Intervensi layanan kesehatan tidak bisa didasarkan pada pendapat atau pengalaman
individu sendiri. Bukti ilmiah dibuat dari penelitian yang berkualitas, yang
digunakan sebagai penuntun, diadaptasikan
pada negara-negara masing-masing. Lebih jauh tentang ini akan diuraikan pada bab lain.
2. KEBUTUHAN MENJUMPAI PASIEN.
Dalam
pelayanan kesehatan yang berpusat pada pasien , tantangan pertama adalah untuk
mengidentifikasi dan memenuhi kebutuhan pasien yang berubah. Apoteker harus dapat menjamin
bahwa orang-orang bisa memperoleh obat atau nasehat kefarmasian dengan mudah,
sejauh mungkin dalam satu jalan, satu waktu dan satu tempat dari pilihan
mereka. Apoteker harus bisa memberdayakan pasien dan melakukan dialog guna
menyampaikan pengetahuan yang mereka
miliki dalam mengelola pengobatan dan kesehatan sendiri.
Meskipun pasien mendapat
jangkauan yang luas untuk memperoleh informasi baik dari brosur,barang-barang
promosi, iklan di media massa dan melalui internet, informasi ini tidak selalu akurat dan
lengkap. Apoteker dapat membantu pasien
memberikan informasi yang lebih akurat dengan memberikan informasi berdasarkan bukti dari
sumber-sumber yang dipercaya. Konseling
melalui pendekatan perjanjian tentang pencegahan penyakit dan modifikasi
gaya hidup (lifestyle) akan meningkatkan kesehatan masyarakat disamping memberikan petunjuk bagaimana menggunakan
obat yang tepat , mengoptimalkan dampak
kesehatan, mengurangi jumlah jenis obat pada setiap pengobatan,mengurangi
jumlah obat yang bersisa dan meningkatkan pelayanan kesehatan.
Dalam
tahun 2000 publikasi dari Kementerian Kesehatan Inggris berjudul "Pharmacy in the Future
" disusun untuk keperluan seorang apoteker untuk meningkatkan dan memperluas
kisaran pelayanan kefarmasian pada pasien termasuk identifikasi kebutuhan obat
perorangan, pengembangan kerjasama dalam bidang kesehatan, koordinasi dari poses peresepan
dan peracikan, peninjauan kembali target pengobatan dan tindak lanjutnya.
Pendekatan ini juga memuat model apotik masa depan . Kerangka baru dari farmasi
komunitas yang akan dilaksanakan merupakan kunci dalam pelayanan kefarmasian
masa depan. Farmasi komunitas akhir-akhir ini akan
menjamin kembali pelayanan yang diharapkan pasien, memaksimalkan potensi
apoteker untuk memberikan ketrampilan
mereka pada hasil yang lebih baik
3.
KEPEDULIAN PADA PASIEN KHRONIS HIV-AIDS.
Dalam
sejarah dunia selama ini belum pernah ada tantangan kesehatan sehebat
menghadapi penyebaran ( pandemi ) HIV-AIDS .Diperkirakan 40 juta orang didunia
tahun 2004 hidup dengan HIV dan 3 juta orang mengidap AIDS . Penularan HIV /
AIDS menampilkan masalah kemanusiaan
yang luar biasa , hak azasi manusia, krisis kemanusiaan dan tragedi
sosial luar biasa yang memukul ekonomi
dan kesehatan masyarakat.
Ketersediaan
sumber keuangan untuk pengobatan retrovirus (ART) mulai meningkat berasal dari
WHO dan negara yang tergabung kelompok G-8 guna pencegahan dan pengobatan HIV /
AIDS sampai tahun 2010.
Salah
satu profesi kesehatan yang harus dilibatkan dan digerakkan dalam melawan HIV /
AIDS ini adalah apoteker. Untuk itu perlu pelatihan terhadap profesi apoteker. Pada tahun 2003 , Majelis FIP
mengadopsi standar Profesi tentang Peranan Apoteker dalam penanganan
Pengobatan Jangka Panjang, seperti HIV - AIDS ini.
Dalam
tahun 2004 FIP meluncurkan Website International Network untuk apoteker (www.fip.org/hivaids
) yang berfokus pada 3 pilar utama : Pelatihan , dokumentasi dan pertukaran
pengalaman.
4.
PENGOBATAN SENDIRI (SELF MEDICATION).
Pada
Tahun 1996 Majelis FIP mengadopsi aturan tentang " Peranan Profesi
Apoteker dalam Pengobatan Sendiri " untuk digunakan sebagai tanggung jawab apoteker dalam pemberian advis
pada pengobatan sendiri yang terdiri dari ; pengantar farmasi, promosi
penjualan; advis pada pengobatan simptom, hal-hal
yang spesifik tentang obat, catatan rujukan dan kepercayaan diri.
Pada
tahun 1999 dikeluarkan Deklarasi bersama mengenai Self Medication antara
majelis FIP dan Industri Pengobatan Sendiri Dunia ( WSMI ) sebagai pemandu apoteker dan industri dalam hal
keamanan dan keefektifan penggunaan obat-obatan tanpa resep .
Luasnya
Peranan Apoteker.
Sebagai
seorang yang ahli dalam hal obat-obatan karena pendidikannya , apoteker harus
selalu dikenal dan dapat dihubungi sebagai sumber nasehat yang benar tentang obat-obatan
dan masalah pengobatan. Saat ini kontribusi apoteker pada perawatan kesehatan (
health care ) sedang berkembang dalam
bentuk baru untuk mendukung pasien dalam penggunaan obat dan sebagai bagian dari pembuat keputusan klinis bersama
spesialis yang lain. Apotik harus terbuka sepanjang hari, nyaman untuk banyak
orang ketika mendapatkan obat dan tidak perlu harus ada janji untuk ketemu
apotekernya. Ini membuat apotik menjadi tempat pertama bagi bantuan
pemeliharaan kesehatan yang biasa.
Pengobatan
sendiri yang biasa akan menjadi lebih populer, tumbuh dengan aman dengan
obat-obatnya yang mudah didapat tanpa perlu dengan resep dokter. Apoteker harus
mempunyai keahlian dalam memberi nasehat, memilih obat dan keamanannya serta keefektifan
penggunaannya.
5.
JAMINAN MUTU ( Q.A.) DARI PELAYANAN KESEHATAN.
Konsep
yang menjadi dasar pelayanan kesehatan adalah jaminan kualitas dari pelayanan
pasien. Donabedian mendefinisikan 3 unsur jaminan mutu dalam pelayanan
kesehatan adalah : struktur, proses dan dampak.
Definisi
Quality Assurance adalah rangkaian aktifitas yang dilakukan untuk memonitor dan meningkatkan
penampilan sehingga pelayanan kesehatan se-efektif
dan se-efisien
mungkin. Dapat juga didefinisikan QA sebagai semua aktifitas yang berkontribusi
untuk menetapkan, merencanakan, mengkaji,
memonitor,dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Aktifitas ini dapat ditampilkan sebagai
akreditasi pelayanan farmasi ( apotik),
pengawasan tenaga kefarmasian atau upaya lain untuk meningkatkan penampilan dan
kualitas pelayanan kesehatan.
Pelaksanaan dan praktek dari pharmaceutical care harus di dukung dan
di tingkatkan dengan pengukuran,
pengkajian dan peningkatan aktifitas apotik, penggunaan kerangka konsep
peningkatan kualitas secara berkesinambungan. Dalam banyak kasus kualitas
pelayanan kefarmasian dapat ditingkatkan dengan membuat perubahan pada sistem
pelayanan kesehatan atau sistem pelayanan kefarmasian tanpa perlu menambah
sumber daya.
6.
FARMASI KLINIS.
Istilah
farmasi klinis dibuat untuk menguraikan kerja apoteker yang tugas utamanya
berinteraksi dengan tim kesehatan lain, interview dan menaksir pasien, membuat rekomendasi
terapi spesifik, memonitor respons pasien atas terapi obat dan memberi
informasi tentang obat. Farmasi klinis tempat kerjanya di rumah sakit dan ruang
gawat darurat dan pelayanannya lebih
berorientasi pada pasien dari pada berorientasi produk. Farmasi klinis dipraktekkan terutama pada
pasien rawat inap dimana data hubungan dengan pasien dan tim kesehatan mudah
diperoleh. Rekam Medis ( medical record ) atau file dari pasien adalah dokumen
resmi termasuk informasi yang
diberikan rumah sakit, dimulai dari riwayat pasien, kemajuan latihan fisik
sehari-hari yang dibuat tenaga kesehatan yang profesional yang berinteraksi
dengan pasien, konsultasi , catatan
perawatan, hasil laboratorium, prosedur diagnosa dsb.Farmasi klinis
memerlukan pengetahuan terapi yang tinggi, pengertian yang baik atas proses
penyakit dan pengetahuan produk-produk farmasi. Tambahan lagi farmasi klinis
memerlukan ketrampilan berkomunikasi yang baik dengan pengetahuan obat yang padat ketrampilan
monitoring obat, pemberian informasi
obat , ketrampilan perencanaan terapi dan kemampuan memperkirakan dan menginterpretasikan
hasil laboratorium dan fisik. Penakaran farmakokinetik dan monitoring merupakan
ketrampilan dan pelayanan istimewa dari
farmasi klinis. Seorang farmasi klinis adalah sering merupakan anggota tim
kesehatan yang aktif , ikut serta ke bangsal untuk mendiskusikan terapi di ruang rawat
inap.
7.
FARMAKOVIGILANCE ( FARMASI SIAGA / KEWASPADAAN FARMASI =MESO )
Keamanan
obat-obatan adalah issu penting yang lain , karena kompetisi yang kuat diantara
pabrik farmasi , dimana produk harus didaftarkan dan dipasarkan di banyak
negara secara serentak. Hasilnya adalah efek samping tidak boleh ada dan tidak terpantau secara
sistematis. Farmacovigilance adalah
suatu proses yang terstruktur untuk memantau dan mencari efek samping obat (
advere drug reaction ) dari obat yang telah diberikan. Data-data diperoleh dari
sumber-sumber seperti Medicines Information, Toxicology and
Pharmacovigilance Centres yang lebih relevan dan bernilai pendidikan dalam
manajemen keamanan obat. Masalah yang berhubungan dengan obat, sekali ditemukan
, perlu ditetapkan , di analisa ,di tindak lanjuti dan dikomunikasikan pada pejabat yang
berwewenang, profesi kesehatan dan masyarakat. Farmacovigilance termasuk penyebarluasan
informasi, Dalam beberapa kasus, obat-obatan dapat direcall, dicabut izin
edarnya dari pasaran dan ini dilakukan oleh institusi yang terlibat dalam
distribusi obat-obatan. Apoteker
harus memberikan kontribusi yang penting untuk melakukan post marketing surveilance dan pharmacovigilance
ini.
E.
NILAI DARI PELAYANAN APOTEKER YANG PROFESIONAL
Asuhan kefarmasian berdampak pada keadaan
kesehatan pasien, meningkatkan kualitas dan ketepatan biaya ( cost efective )
dalam sistem kesehatan.Peningkatan ini memberi faedah pada kesehatan individual
sehingga mereka akan
menikmati kesehatan lebih baik dan akhirnya bermanfaat pada sebagian besar
penduduk. Pelayanan
apoteker dan keterlibatannya dalam pelayanan yang berfokuskan pada pasien telah memberikan dampak kesehatan
dan ekonomi serta mengurangi angka kesakitan (morbidity) dan angka kematian
( mortality ).Suatu pemberian imbalan (remuneration) yang pantas pada apoteker
adalah kunci untuk menjamin mereka melaksanakan praktek pelayanan farmasi yang
baik ( good pharmacy practice ) dan selanjutnya berubah kearah pharmaceutical
care .Walaupun demikian upaya untuk menjamin bahwa apoteker layak diberi imbalan, akan memerlukan dokumen
yang secara nyata meningkatkan
dampak sebagai pernyataan dari penyedia dana bahwa mereka telah melakukan
sesuatu yang memberikan nilai ekonomi . Klasifikasi kegiatan praktek farmasi (
The Pharmacy Practice Activity Classification = PPAC ). Sebagai apoteker yang prakteknya
berfokuskan peningkatan asuhan kefarmasian dan mengharapkan diberikan
kompensasi untuk pelayanan
pharmaceutical care itu , kebutuhan pada klasifikasi praktek farmasi
yang dapat diterima secara konsisten harus menjadi lebih nyata ( terbukti
).Meskipun banyak sistem untuk mencatat aktifitas apoteker , sampai sekarang profesi ini kurang diterima
untuk menguraikan atau mencatat aktifitas dalam bahasa yang umum. Klassifikasi
aktifitas praktek farmasi (PPAC)
telah dicoba buat oleh The American Pharmacists Association (APhA=
ISFInya Amerika ) dalam bahasa yang sederhana yang jika digunakan secara konsisten
akan menghasilkan data perbandingan diantara studi-studi yang ada.
F.
APOTEKER SEBAGAI ANGGOTA TIM PELAYANAN KESEHATAN.
Tim
pelayanan kesehatan terdiri dari pasien dan semua profesi kesehatan yang
bertanggung jawab untuk kepedulian kesehatan pasien. Tim ini perlu didefinisikan secara baik dan
perlu kerjasama secara aktif. Apoteker mempunyai peran yang penting dalam tim
ini. Mereka akan memerlukan penyesuaian
pengetahuan mereka , ketrampilan dan sikap pada peran yang baru ini, dalam mana mengintegrasikan
ilmu farmasi dengan aspek klinis pada pelayanan kesehatan pasien, ketrampilan
klinis, ketrampilan manajemen dan komunikasi serta kerjasama yang aktif dalam
tim medis dan ikut dalam pemecahan
masalah obat-obatan. Jika
mereka diakui sebagai sebagai anggota penuh tim kesehatan, para apoteker akan butuh untuk
mengadopsi sikap essensial dalam kerja profesi kesehatan pada wilayah ;
pandangan ( visibility; ), tanggung jawab ( responsibility ), keterjangkauan (
accessibility ) dalam tugas yang
diperlukan untuk masyarakat, kepercayaan diri dan orientasi pasien.
Apoteker harus memiliki kompetensi , visi dan suara dalam berintegrasi penuh
kedalam tim kesehatan Aliansi Profesi Kesehatan Sedunia yang didirikan tahun
1999 untuk menfasilitasi
kerjasama diantara organisasi apoteker sedunia ( FIP) , organisasi dokter
sedunia (WMA), majelis perawat sedunia (ICN), ikatan dokter gigi sedunia (FDI) guna membantu
Pemerintah, pembuat kebijakan dan
WHO supaya tercipta pelayanan kesehatan yang lebih baik, dan cost
efectif ( www.whpa.org).
1.
Rangkaian pekerjaan farmasi.
Peran
apoteker terdapat dalam berbagai sektor di dunia. Keterlibatan apoteker dalam kefarmasian eda
dalam dunia riset dan pengembangan (R&D), formulasi, manufaktur , jaminan
mutu, lisensi, marketing, distribusi, penyimpanan, suplai, tugas informasi,
dikelompokkan menjadi pelayanan
kefarmasian dan diteruskan kedalam bentuk dasar dari praktek
farmasi. Apoteker bekerja dalam
rangkaian variasi yang lebar , dalam bentuk farmasi komunitas ( retail dan pelayanan kesehatan
), farmasi rumah sakit ( dalam berbagai bentuk dari rumah sakit kecil sampai
rumah sakit besar ) ,industri farmasi farmasi dan lingkungan akademis.
Disamping itu apoteker juga terlibat
administrasi pelayanan kesehatan, penelitian, organisasi kesehatan
internasional dan organisasi non pemerintah.
2. Tingkatan praktek dan pembuatan keputusan.
Praktek
farmasi terdapat pada level yang berbeda-beda. Tujuan akhir dari aktifitas ini
adalah manfaat pada pasien dengan meningkatkan dan menjaga kesehatan mereka.
Aktifitas pada level pasien individual adalah mendukung dan mengelola terapi
obat. Pada level ini keputusan dibuat pada issu
pharmaceutical care dan triage ( prioritas pelayanan, tindak lanjut
dan pemantauan dampak pengobatan ).Beberapa
aktifitas pada level manajemen suplai dalam farmasi komunitas dan rumah sakit adalah pembuatan, peracikan ,
pengadaan dan distribusi obat. Pada level institusi seperti di rumah sakit dan
klinik, organisasi pengelolaan
pelayanan atau apotik aktifitas pada seleksi obat termasuk formularium, pedoman
pengobatan dan peninjauan penggunaan obat-obatan.Tool ini harus diterima
sebagai pemberi pelayanan kesehatan dan harus dilaksanakan. Pada level sistem ( seperti
negara , negara bagian , propinsi ) aktifitas apoteker pada perencanaan,
pengelolaan, legislasi, regulasi dan
kebijaksanaan masih memungkinkan untuk dikembangkan dalam pengembangan
dan pengoperasian sistem pelayanan
kesehatan. Pada level sistem ini juga termasuk penetapan standar pelayanan dan
perizinan apotik. Kebijaksanaan Obat Nasional telah berkembang pada banyak
negara sebagai kebijaksanaan kesehatan . Pada level internasional telah
bergerak kearah harmonisasi pendekatan
pada industri farmasi dan pelayanan apotik.Pada level komunitas dan penduduk,
praktek kefarmasian termasuk aktifitas pendukung level-level lain yaitu
pemberian informasi, edukasi dan komunikasi
untuk meningkatkan kesehatan masyarakat, pemberian informasi obat-obatan, penelitian,, penyebar-luasan
informasi baru , pendidikan dan
pelatihan staf, barang-barang konsumen , organisasi kesehatan dan
peneliti sistem kesehatan. Promosi kesehatan, pencegahan penyakit
dan modifikasi gaya hidup adalah
aktifitas pada level komunitas yang berfokus kesehatan masyarakat.
Apoteker dapat masuk pada bagian mana saja karena mereka mempunyai latar
belakang pendidikan kesehatan. Apoteker merupakan sumber informasi dan nasehat
mengenai kesehatan dan obat-obatan. Karena demikian mereka tidak dapat bekerja
dalam isolasi dan harus menerima tanggung jawab bersama dengan profesi
kesehatan lain dalam melaksanakan
pelyanan kesehatan masyarakat.
3.
The seven star pharmacist.
Untuk
bisa efektif sebagai anggota tim kesehatan, apoteker butuh ketrampilan dan sikap untuk melakukan
fungsi-fungsi yang berbeda-beda.Konsep the seven-star pharmacist diperkenalkan
oleh WHO dan diambil oleh FIP pada tahun 2000 sebagai kebijaksanaan tentang
praktek pendidikan farmasi yang baik (
Good Pharmacy Education Practice ) meliputi sikap apoteker sebagai : pemberi pelayanan
(care-giver), pembuat keputusan (decision-maker)
, communicator, manager, pembelajaran jangka panjang (life-long learner), guru
( teacher ) dan pemimpin (leader). Pada buku pegangan ini penerbit
menambahkan satu fungsi lagi yaitu sebagai researcher ( peneliti ).
a.
Care- giver.
Dalam
memberikan pelayanan mereka harus memandang pekerjaan mereka sebagai bagian dan
terintegrasi dengan sistem pelayanan kesehatan dan profesi lainnya . Pelayanannya harus
dengan mutu yang tinggi.
b.
Decision- maker
Penggunaan
sumber daya yang tepat , bermanfaat , aman dan tepat guna seperti SDM,
obat-obatan, bahan kimia, perlengkapan, prosedur dan pelayanan harus merupakan
dasar kerja dari apoteker. Pada tingkat lokal dan nasional apoteker memainkan
peran dalam penyusunan kebijaksanaan obat-obatan. Pencapaian tujuan ini
memerlukan kemampuan untuk
mengevaluasi, menyintesa informasi dan data serta memutuskan kegiatan
yang paling tepat.
c.
Communicator
Apoteker
adalah merupakan posisi ideal untuk mendukung hubungan antara dokter dan pasien
dan untuk memberikan informasi kesehatan dan obat-obatan pada masyarakat. Dia
harus memiliki ilmu pengetahuan dan rasa percaya diri dalam berintegrasi dengan
profesi lain dan masyarakat. Komunikasi itu dapat dilakukan secara verbal (
langsung ) non verbal , mendengarkan dan
kemampuan menulis.
d.
Manager.
Apoteker
harus dapat mengelola sumber daya ( SDM, fisik dan keuangan ) ,dan informasi
secara efektif . Mereka juga harus senang dipimpin oleh orang lainnya , apakah
pegawai atau pimpinan tim kesehatan. Lebih-lebih lagi teknologi informasi akan
merupakan tantangan ketika apoteker melaksanakan tanggung jawab yang lebih
besar untuk bertukar informasi tentang obat dan produk yang berhubungan dengan
obat serta kualitasnya.
e.
Life-long learner
Adalah
tak mungkin memperoleh semua ilmu pengetahuan di sekolah farmasi dan masih dibutuhkan
pengalaman seorang apoteker dalam karir yang lama.Konsep-konsep,
prinsip-prinsip , komitmen untuk pembelajaran jangka panjang harus dimulai
disamping yang diperoleh di sekolah dan selama bekerja. Apoteker harus
belajar bagaimana menjaga ilmu pengetahuan dan
ketrampilan mereka tetap up to date.
f.
Teacher
Apoteker
mempunyai tanggung jawab untuk membantu pendidikan dan pelatihan generasi
berikutnya dan masyarakat.. Sumbangan sebagai guru tidak hanya membagi ilmu pengetahuan pada
yang lainnya, tapi juga memberi peluang pada praktisi lainnya untuk
memperoleh pengetahuan dan menyesuaikan ketrampilan yang telah dimilikinya.
g.
Leader
Dalam
situasi pelayanan multi disiplin atau dalam wilayah dimana pemberi pelayanan kesehatan lainnya
ada dalam jumlah yang sedikit, apoteker diberi tanggung jawab untuk menjadi
pemimpin dalan semua hal yang menyangkut kesejahteraan pasien dan masyarakat.
Kepemimpinan apoteker melibatkan rasa empati dan kemampuan membuat keputusan ,
berkomunikasi dan memimpin secara efektif.
Seseorang apoteker yang memegang peranan sebagai pemimpin harus mempunyai visi dan kemampuan memimpin.
h.
Researcher
Apoteker
harus dapat menggunakan sesuatu yang berdasarkan bukti ( ilmiah , praktek farmasi , sistem kesehatan ) yang
efektif dalam memberikan nasehat pada pengguna obat secara rasional dalam tim
pelayanan kesehatan.. Dengan berbagi
pengalaman apoteker dapat juga berkontribusi pada bukti dasar dengan tujuan
mengoptimalkan dampak dan perawatan pasien.. Sebagai peneliti , apoteker dapat
meningkatkan akses dan informasi yang berhubungan dengan obat pada masyarakat
dan tenaga profesi kesehatan lainnya.
G.
PRAKTEK FARMASI : SUATU KOMITMEN UNTUK MELAKUKAN PERUBAHAN
1.
PERUBAHAN KEBIJAKAN
WHO
Konsultatif Group untuk Peranan Apoteker telah dilaksanakan di New Delhi tahun
1968, di Tokyo tahun 1993. Majelis Kesehatan Sedunia ( W H Assembly ) tahun
1994 memutuskan dalam pengembangan dan pelaksanaan Kebijaksanaan Obat Nasional
diarahkan pada "penggunaan obat yang rasional".
Kebijaksanaan Obat Nasional ( KONAS) yang telah dikembangkan pada lebih dari 100 negara
anggota WHO dan telah menyusun kerangka untuk praktek kefarmasian yang baik (good
pharmaceutical practice) Strategi Obat Revisi WHO sehubungan dengan peranan
apoteker telah dibuat pada tahun 1994 sebagai resolusi WH Assembly tersebut
diatas. Resolusi ini merupakan kunci
bagi peran apoteker dalam kesehatan masyarakat, termasuk penggunaan obat-obatan. Resolusi itu
menekankan tanggung jawab apoteker pada pemberian informasi dan nasehat tentang
obat serta penggunaannya , memajukan
konsep pharmaceutical care dan berpartisipasi aktif dalam pencegahan penyakit
serta promosi kesehatan. Forum konsultasi WHO tentang peran apoteker ketiga telah
dilakukan di Vancouver tahun 1997 dan ke empat dilakukan di Hague tahun 1998.
2.
PERUBAHAN DALAM PENDIDIKAN FARMASI DAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN BARU
Apoteker
berdiri pada daerah antara riset dan pengembangan , manufaktur , penulis resep,
pasien dan obat itu sendiri. WHO telah menghimbau agar lebih besar keterlibatan
apoteker dalam sistem pelayanan kesehatan umum dan penggunan obat yang lebih
besar sesuai latar belakang pendidikan akademisnya. Dalam hal pernyataan
kebijaksanaan ini FIP mengatakan bahwa
perubahan dalam peran apoteker harus di refleksikan dalam
pendidikan berkelanjutan apoteker,
dengan lebih banyak fokusnya pada pembelajaran mahasiswa. Paradigma baru
farmasi memerlukan apoteker yang lebih ahli dalam ilmu farmaseutik dan kimia
farmasi. Mereka harus mengerti dan menggunakan aturan-aturan di belakang semua
keperluan dalam aktifitas mengelola
terapi obat. Pada tahun 1999 Asosiasi Fakultas Farmasi Eropa mengajukan suatu pergantian program
studi farmasi dari ilmu yang berbasiskan
laboratorium kepada ilmu praktek dan klinis. Perubahan kearah pendekatan
perawatan pasien telah terjadi dalam bermacam tingkatan di beberapa negara
seperti Inggris dan Amerika Serikat. Ini
meliputi daerah yang amat luas dan merupakan peluang bagi apoteker
untuk merubah dan meningkatkan dampak
pada pasien secara integral, dan sebagai
anggota yang aktif dalam tim pelayanan pasien. Tetapi, terutama di negara-negara berkembang,
kurikulum farmasi telah lama dilalaikan pada banyak institusi pendidikan ,
dimana telah membantu mengekalkan status
apoteker yang kurang bermutu dalam pelayanan sektor kesehatan . Dalam
kurikulum farmasi tradisional, penekanan kurikulum lebih sering pada aspek
teknis kefarmasian bukan pada praktek profesional. Tekanan dibelakang perubahan
pendidikan farmasi, banyak variasinya dan
meningkat dalam jumlah serta intensitasnya. Kekuatan ekonomi dan politik
yang besar telah mempengaruhi sistem kesehatan di banyak negara dan juga
mempunyai pengaruh pada praktek kefarmasian . Sebagai hasilnya adalah
diperlukan perubahan radikal dalam pendidikan kefarmasian. Peranan dan fungsi
apoteker serta staf kefarmasian perlu dikaji kembali dan dampak pendidikan
beserta kurukulum farmasi harus di definisikan kembali secara jelas . Penggunaan dampak akan menolong
pengembangan kurikulum. Dampak pendidikan harus termasuk dalam hal-hal berikut
ini :
1.
Pharmaceutical care dengan penekanan berfokus pada kepedulian kepada pasien dan
masyarakat.
2.
Manajemen sistem sumber daya ( sumber daya manusia, obat-obatan, informasi dan teknologi ).
3.
Jaminan kesehatan masyarakat yang efektif, bermutu,serta pelayanan pencegahan
dan kebijaksanan pengembangan kesehatan masyarakat.
Perubahan
pendidikan farmasi tidak hanya memerlukan revisi dan restrukturisasi kurikulum
tapi juga suatu komitmen pada pada pengembangan fakultas yang menyiapkan
dosen-dosen untuk mendidik apoteker dalam bentuk yang berbeda. Tipe dan
dalamnya pelajaran dan materi pengalaman termasuk suatu yang akan berbeda. Jumlah dan alokasi
sumber pendidikan harus berubah.
Sekolah / perguruan tinggi farmasi harus kreatif, maju dan menyiapkan
model praktek yang bernilai serta dapat digunakan dalam pelayanan kesehatan .Kurikulum pelatihan harus
di pertimbangkan sesuai dengan kebutuhan, target audien, dampak pembelajaran ,
isi pelatihan , metode pengajaran, sumber pelajaran,
pengkajian peserta, evaluasi pelatihan dan jaminan mutu .
Beberapa
tahun terakhir telah dilakukan suatu pergantian dalam pendidikan ilmu kesehatan
kearah pembelajaran berdasarkan masalah. Kurikulum farmasi berdasarkan masalah
juga telah dikembangkan pada beberapa negara seperti Inggris, Australia,
Nederland dan Afrika Selatan. Di banyak negara standar kompetensi juga telah
didefinisikan dan disiapkan guna diperbandingkan. Standar ini digunakan untuk
mengkaji pengetahuan profesional kesehatan dan kemampuan untuk uji registrasi
atau dalam pengembangan profesi berkelanjutan
( continuing professional development = CPD ) . CPD termasuk juga penelitian dan
refleksinya pada dampak pekerjaan, akan memberikan arti pada pemeliharaan
kompetensi jangka panjang. Inilah
saatnya perubahan mahabesar akan terjadi dalam pelayanan kesehatan dan profesi farmasi. Tidak ada
waktu lagi dan sejarah baru dari profesi
farmasi harus dimunculkan dengan penuh tantangan dan peluang. Sementara itu profesi farmasi harus diarahkan kepada
asuhan kefarmasian sebagai kontribusi besar yang di persembahkan kepada
masyarakat, pendidikan kefarmasian
pun perlu dikembangkan, kompetensi , isi dan proses kurikulum pendidikan perlu
disiapkan untuk mendidik mahasiswa kepada asuhan kefarmasian (pharmaceutical
care) dalam memasuki sistem pelayanan
kesehatan nanti.
H.
KESIMPULAN
Meskipun
jumlah produk kefarmasian meningkat di pasaran , akses kepada obat-obat
essensial masih lemah di seluruh dunia. Meningkatnya biaya pelayanan kesehatan,
perubahan sosial, ekonomi, teknologi , dan politik telah membuat suatu kebutuhan
reformasi pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Pendekatan baru ini dibutuhkan
pada level perorangan dan masyarakat untuk menyokong keamanan dan keefektifan
pengunaan obat pada pasien dalam
lingkungan yang lebih kompleks. Apoteker adalah suatu posisi yang
istimewa untuk memenuhi kebutuhan profesional ini guna menjamin keamanan dan
keefektifan penggunaan obat-obatan . Oleh sebab itu apoteker harus
menerima tanggung jawab yang lebih besar ini dari pada mereka terutama
melakukan pengelolaan obat untuk pelayanan pasien. Tanggung jawab ini berjalan
dibelakang aktifitas peracikan
tradisional yang telah lama berjalan dalam praktek farmasi. Pengawasan rutin proses distribusi
obat-obatan harus ditinggalkan oleh apoteker. Keterlibatan langsung mereka dalam distribusi
obat-obatan akan berkurang karena aktifitas ini akan ditangani oleh asisten
farmasi yang berkualitas. Dengan demikian jumlah pengawasan aktifitas farmasi
akan bertambah. Tanggung jawab apoteker harus diperluas pada monitoring
kemajuan pengobatan, konsultasi dengan penulis resep dan kerjasama dengan
praktisi kesehatan lainnya demi
untuk keperluan pasien. Perubahan kearah asuhan kefarmasian ( pharmaceutical
care ) merupakan faktor yang kritis .Nilai dari pelayanan apoteker dalam hal
klinis, dampak ekonomi dan sosial telah dicoba di dokumentasikan. Klassifikasi
pekerjaan farmasi telah dihitung oleh
American Pharmacists Association ( ISFI -nya Amerika ) dalam bahasa yang sederhana .Farmasi telah di
praktekkan mulai dari cara sederhana sampai pada rangkaian baru dan
tingkat-tingkat pembuatan keputusan. Sebagai anggota tim kesehatan, apoteker
butuh kecakapan dalam banyak
fungsi yang berbeda-beda. Konsep seven star pharmacist telah diperkenalkan oleh
WHO dan FIP telah mengadopsi dan menguraikan peran itu. Apoteker mempunyai
potensi untuk meningkatkan dampak pengobatan dan kualitas hidup pasien dalam
berbagai sumber dan mempunyai posisi sendiri yang layak dalam sistem
pelayanan kesehatan.. Pendidikan farmasi mempunyai tanggung jawab menghasilkan
sarjana yang kompeten dalam melaksanakan asuhan kefarmasian ( pharma ceutical care
).
0 komentar:
Posting Komentar